Senin, 06 Mei 2013

Sekilas tentang Purworejo



Purworejo, suatu daerah kecil disebelah barat Daerah Istimewa Yogyakarta. Mungkin masih banyak orang yang belum mengenal daerah ini. Tapi, untuk sebagian orang yang sering ke jogja menggunakan kendaraan pribadi mungkin sedikit mengenal daerah ini. Mereka yang meluangkan waktunya untuk rehat atau sekedar mencari jajanan khas, di Purworejo ada dawet hitam yang khas, yang cukup banyak berjejer di pinggir jalan. Banyak para pengguna jalan yang menyempatkan waktunya untuk menikmatinya, apalagi kalau cuaca panas seperti akhir-akhir ini pasti kios-kios dawet ramai pembeli.
Tidak hanya dawet hitam yang khas dari kota kecil ini, ada pula makanan yang cukup unik dari nama dan bentuknya, clorot namanya. Iya, makanan yang khas dan cukup unik ini bisa dibeli pasar tradisional di purworejo. Makanan ini manis karena menggunakan gula jawa, tidak cuma manis, makanan yang cukup unik ini dijamin bisa membuat ketagihan untuk menikmatinya.
Bukan hanya makanan yang khas saja yang ada di Purworejo ini. Dari segi wisata religi, purworejo memiliki bedug yang kononnya terbesar di seluruh dunia. Bedug ini ditempatkan di masjid Agung Purworejo. Bedug ini hanya dipergunakan tiap hari besar saja. Bedug ini juga dikelilingi pagar, agar bedug ini terjaga dari tangan-tangan para pengunujung yang penasaran memegangnya ataupun usil.
Mungkin inilah gamabaran kecil dari kota kecil bernama kecil di sebelah barat Daerah Istimewa Yogya karta yang memiliki cukup banyak sejarah. 

Senin, 18 Februari 2013

Aal Usul "PURWOREJO"

Kayu Antan merupakan tempat di tepi sungai Bagawanta, tempat tersebut merupakan tanah “swatantra” atau perdikan. Prasasti Kayu Ara Hiwang ditemukan di bawah pohon sono tepi sungai Bagawanta wilayah Boro Wetan, yang sekarang masuk wilayah Boro Tengah kecamatan Banyuurip. Prasasti tersebut diresmikan oleh Dyah Mala (Sala) yang merupakan Rakai dari Wanua Poh yaitu putra dari sang Ratu Bajra (daksa) yang tinggal di Wanua Pariwutan. Sang Ratu Bajra dalam hirarki kekuasaan Maharaja Dyah Balitung Watukura adalah orang kedua setelah raja. Upacara penetapan sima terjadi pada tahun 823 saka atau 901 Masehi, tanggalnya 5 Oktober. Prasasti Kayu Ara Hiwang dalam seminar hari jadi kabupaten Purworejo tanggal 28 September 1993 dijadikan sebagai sumber primer menentukan hari jadi. Nama Sima diketahui dari Prasasti itu memuat peristiwa penting yakni: upacara pematokan sebagai sebuah sima atau tanah perdikan yang dibebaskan dari kewajiban pembayaran pajak bagi sima yang dipersembahkan untuk parahyangan. Prasasti itu dibuat pada tahun saka 823 pada bulan Asuji hari ke 5, bulan paro peteng, vurukung senin pahing (wuku) mrgasira, bersamaan dengan siva.